Lompat ke isi utama

Berita

Penundaan Pilkada Serentak 2020, Apa Masalah-Masalah yang Muncul?

Keputusan penundaaan tahapan pilkada serentak 2020 seiring mewabahnya Covid-19 sedang ramai diperbincangkan. Pasalnya, penundaan pilkada tidak sekedar menggeser waktu pelaksanaan tahapan tetapi dimungkinkan memunculkan polemik baru diluar teknis penyelenggaran. Selain tentang dasar hukum penundaan seiring belum diterbitkannya Perppu oleh presiden, dikhawatirkan persoalan-persoalan terkait politisasi bencana, kondisi birokrasi pemerintahan bahkan konflik sosial akan muncul. Pemerintah dan penyelenggara pemilu perlu responsif terkait implikasi persoalan yang akan dihadapi pasca penundaan dan penetapan waktu tahapan nyelenggaraan pilkada pasca covid-19. Menyoal hal tersebut, The Strategic Riset Consultan (TSRC), sebuah lembaga nirlaba yang konsen pada isu-isu demokrasi, Rabu (8/4), menginisiasi digelarnya diskusi via daring dengan tema “Problematika dan Implikasi Penundaan Pilkada Serentak 2020”. Sebagai pembicara dalam webkusi tersebut adalah Mohammad Affiudin, M.Si selaku Koordinator Divisi Pengawasan Bawaslu RI, Fenri Alpius Litun, Anggota DPRD Provinsi Kaltara, dan Tri Hendra Wahyudi, M.Si dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Brawijaya. Selain jajaran penyelenggara Mohammad Afifudin dalam paparannya menyampaikan bahwa Bawaslu sedari awal sudah merekomendasikan kepada KPU RI untuk meyikapi penyelenggaraan pilkada 2020 terkait mewabahnya Covid-19. “Aspek kemanusian dan kemaslahatan orang banyak menjadi alasan yang kita berikan untuk mendasari penundaan pilkada” Ungkap Afif. Berkaitan implikasi penundaan, pria asli Prambon Sidoarjo ini menyadari bahwa kemungkinan banyaknya masalah yang akan muncul pasca ditundanya pemilu, sudah diidentifikasi dan disikapi oleh jajaran pengawas. Afif menggambarkan, maraknya bakal calon yang dianggap ‘mencuri start’ kampanye dengan bagi-bagi sembako, masker dan melakukan penyemprotan anti bakteri adalah salah satu contoh persoalannya. Perihal tersebut, Afif menerangkan bahwa Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk menindak karena tahapan berhenti apalagi belum memasuki tahapan kampanye juga. Walaupun demikian, Afif sudah menyiapkan langkah-langkah pencegahan terkait potensi pelanggaran pilkada berikut penundaanya. “Bawaslu tidak berhenti kerja, hari-hari ini kita sedang mengaktivasi pengawasan partisipatif, termasuk membuka SKPP via daring” ungkap Afif. Berkait dampak penundaan, Fenri Alpius Litun menambahkan bahwa penundaan pilkada berimplikasi pada kemungkinan banyaknya Kepala Daerah yang berakhir masa jabatannya sebelum pelaksanaan pilkada. “Di daerah saya sulit mencari PJ Bupati/Walikota yang memiliki berstatus PNS dengan kepangkatan yang sesuai ketentuan” Ungkap Fenri. Anggota dewan dari Partai Golkar ini sangat mengkhawatirkan adanya gangguan tata kelola birokrasi di daerah selama dipimpin oleh pejabat sementara, selain keterbatasan SDM politisiasi birokrasi dan profesionalitas menjadi maslah lain. Adapun Tri Hendra Wahyudi menekankan pemerintah perlu segera menetapkan dasar hukum penundaan dalam bentuk Perppu dan DPR segera menetapkan undang-undang tentang penundaan pilkada. Akademisi yang pernah menjadi anggota Panwas Kabupaten Madiun ini menyampaikan agar pemerintah bersama penyelenggara benar-benar bisa memitigasi persoalan akibat penundaan sekaligius memiliki kemauan dan kemampuan untuk menyelesaiakan persoalan. Kuliah umum yang digelar dengan memanfaatkan aplikasi zoom ini cukup antusias diikuti oleh peserta yang terdiri atas anggota bawaslu, mahasiswa, organisasi masyarakat sipil dan jurnalis. Yogi Eka Chalid Farobi, Kordiv PHL Bawaslu Kota Batu turut serta menjadi peserta webkusi ini. “Meskipun tidak sedang menyelenggarakan pilkada, saya sangat suka dengan proses diskusi kali ini ada ilmu yang bisa saya peroleh” Ungkap Yogi. (YOG)
Tag
Berita