Lompat ke isi utama

Berita

Kerja Kolaboratif Kunci Keberhasilan Kerja – Kerja Pengawasan Bawaslu

Pengawasan Pemilu dan Pemilihan memiliki dimensi yang luas. Tidak sebatas pada teknis penyelenggaraaan, pelaksanaan pengawasan dilakukan pula terhadap aspek-aspek non-teknis seperti netralitas ASN, TNI dan POLRI, penyebaran berita bohong (HOAX), dan politiasi SARA. Bahkan, dugaan politisasi Bantuan Sosial (Bansos) dalam rangka penanganan Covid-19 yang marak akhir-akhir ini juga menjadi objek pengawasan Bawaslu. Tantangan pengawasan yang semakin kompleks dan berat tersebut tentu membutuhkan peranserta masyarakat luas agar pengawasan pemilu dan pemilihan dapat berjalan efektif. Upaya-upaya kolaboratif antara Bawaslu dengan para pihak perlu diwujudkan demi menjaga kualitas demokrasi melalui Pemilu yang berintegritas. Untuk penguatan hubungan antara lembaga dalam melaksanakan kerja-kerja pengawasan Pemilu dan Pemilihan, Divisi Humas dan Hubal Bawaslu Jawa Timur menyelenggarakan diskusi daring dengan tema Strategi Penguatan Hubungan Antar Lembaga bagi Bawaslu kabupaten/Kota se Jawa Timur. Kegiatan yang dikemas dalam Ngabuburit Online Edisi 3 tersebut, menghadirkan Saiful Jihad, Koordinator Divisi Pengawasan Humas dan hubal Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan, sebagai narasumber utama. Best Practice Bawaslu Sulawesi Selatan dalam menjaring kemitraan strategis dalam pengawasan menjadi bahasan utama yang disampaikan oleh Bang Ipul, ini. Bawaslu tidak bisa menjadi pemain tunggal dalam pengawasan pemilu, dibutuhkan kerja kolaboratif dengan elemen masyarakat, terlebih dalam upaya mencegah potensi pelanggaran. “Kita tidak bisa bekerja (melakukan pengawasan) sendiri, pada aspek pencegahan kita membutuhkan kerja sama dengan pihak lain” terang Pria yang juga alumni PMII ini. Menurut Bang Ipul, dalam membangun hubungan dan kerjasama antar lembaga, setidak-tidaknya diperlukan 3 (tiga) hal pokok, pertama penyiapan perencanaan kegiatan kerjasama dan hubungan antar lembaga. Kedua, fasilitasi terwujudnya kerjasama antar lembaga. Ketiga pelaksanaan urusan hubungan antar lembaga. Dicontohkan, keberhasilan pembentukan desa politik uang di Sulawesi Selatan dilakukan lewat proses-proses yang berliku, panjang dan tidak sekedar komunikasi formal. “Sebelum terbentuk desa percontohan anti politik uang di Massamaturu, selain komunikasi dengan pemerintah desa, kita juga intens berdiskusi dengan masyarakat setempat. Baru, setelah keduanya memiliki kesamaan pandangan bahaya politik uang dibentuklah lembaga masyarakat desa yang di-SK oleh Kades. Posiitifnya, lembaga tingkat desa itu mendapat pembiayaan dari Dana Desa untuk kegiatan kampanye dan pendidikan” Ungkap pria yang pernah mengenyam pendidikan magister di UIN Sunan Ampel Surabaya ini. (YOG)
Tag
Berita